"Orang yang mencintai seni, maka hatinya akan peka terhadap lingkungannya.
orang yang tidak mencintai seni, maka hatinya akan mati."
-DG-
Sanggar
Atap Jerami baru saja menyelenggarakan Pagelaran Seni Musik dan Tari
Kontemporer pada Sabtu, 25 Februari 2017 di Gedung Kesenian Balikpapan. Open gate dimulai dari 19.00 WITA. Tema
yang diangkat yakni Bumiku Menangis. Ada apa sebenarnya dengan Tanah Borneo
kita ? bukankan Kalimantan masih berstatus paru-paru dunia ?
Pemerintah harus terus mendukung event-event kesenian berlandaskan
kearifan lokal untuk menciptakan masyarakat yang cinta budayanya, sehingga Kota
Balikpapan tidak hanya disebut kota industri tapi juga kota budaya. Setelah
sambutan dari Wakil Walikota, serangkaian penampilan seni musik dan tari dari
beberapa sekolah dimulai.
MC bersama ketua Sanggar Atap Jerami
Sepertinya Budaya satu tanpa budaya
lainnya belum lengkap disebut sebagai Indonesia, kalau belum menghadirkan
tarian dari daerah lain. Maka ditampilkan pula tarian-tarian kontemporer dari
daerah lain seperti Bali, Aceh dan masih banyak lagi.
Selanjutnya ada penampilan Teater
Junjung Nyawa yang mengisahkan tentang ritual penyembuhan Suku Dayak Benuaq.
Para pemudi dengan nampah (atau nampan) berisi beras kuning. Pertunjukkan ini terinspirasi
dari puisi seorang sastrawan terkenal asal Kalimantan, Alm. Korrie Layun
Rampan. Penulis pun kembali mengingat-ngingat beberapa puisi yang beliau tulis,
kebetulan alm. Bapak Korrie Layun Rampan merupakan salah satu penulis favorit.
Dari kalimat yang diucapkan pemain yakni “beras
kuning, terbang ke udara, beras putih-hitam, terbang ke udara” mungkin
puisi yang dimaksud adalah puisi
“Letupan Bambu, Tambur Upacara”. Puisi ini memang menceritakan tentang Balian, upacara penyembuhan segala macam
penyakit. Masyarakat Kalimantan, baik itu Suku Dayak, Banjar dan lainnya memang
identik dengan beras kuning yang dipercaya mengusir roh.
Awalnya penulis bingung, bukankah
tema yang diangkat adalah Bumiku Menangis tapi kenapa masih mengisahkan
ritual-ritual setempat. Ternyata baru sekitar pukul 21.15 puncak acara dimulai.
Kalimantan
dikisahkan pada jaman dahulu semua warga hidup damai dan sejahtera, mereka sibuk
bercocok tanam. Kanopi-kanopi di hutan masih melindungi lantai hutan yang
dingin, gelap dan semua makhluk hidup hidup tenang di habitatnya. Ini semua bukan
dongeng, tapi nyata! Penulis jadi teringat perjalanan singkat menjelajahi Kalimantan
Tengah pada tahun 2008. Badan Sungai Kapuas memang sudah sedikit ditutupi
tumpukan sampah, tapi pohon-pohon tinggi di sepanjang masih rindang, udara
segar masih menyapa penulis di pagi hari. Oleh karena itu Kalteng menjadi
destinasi menyenangkan untuk liburan.
Tapi semua berbeda ketika balik ke
sana tahun 2013, hampir sulit membedakan tanaman atau bunga asli di pinggir
jalan dengan tanaman palsu, karena warna daun dan mahkota bunga terlapisi debu
dan polusi. Yang paling membuat penulis syok adalah ketika menengok ke belakang
rumah keluarga yang dulu pernah dikunjungi 5 tahun lalu. Badan sungai sudah
ditimbun dengan bebatuan dan kayu untuk membangun rumah. Lah yang 5 tahun lalu
saja sampah cuma bisa mondar-mandir tidak tahu harus terbuang kemana, apalagi
keadaan sekarang ini. Cukup memprihatinkan!
Ada beberapa perusahaan pertambangan
yang berdomisili di Kalimantan Tengah dan Selatan. Penulis pernah buka website-nya. Tampilan website sangat menarik perhatian semua
orang ingin bisa jadi bagian dari perusahaan-perusahaan itu. Ditambah lagi ada
laporan Corporate Social Responsibillity
atau tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan sosial yang meyakinkan bahwa
mereka tidak mencemari lingkungan. Percaya sih, karena sudah pasti tercatat
hukum dan manajemennya pun baik. Tapi ketika penulis cari tahu lagi
berita-berita seputar pencemaran lingkungan di daerah sana, wah! Nongol nama
perusahaan yang barusan saya puji-puji dan sebagai referensi tugas kuliah tadi.
Ini buat tamparan keras seluruh masyarakat Kalimantan, baik penduduk asli,
pemerintah, dan pengusaha bahwa HUTAN KITA SUDAH RUSAK! PARU-PARU DUNIA
MENIPIS! Bayangkan kehidupan kita ke depannya tanpa alam?
Penulis jadi teringat film The Lorax oleh Dr. Seuss yang
menceritakan manusia-manusia serakah yang menghancurkan alam demi mengejar pundi-pundi
uang, padahal jelas itu merugikan dirinya dan semua makhluk hidup di bumi. Hingga
pada akhirnya manusia harus membeli oksigen untuk bertahan hidup. JANGAN SAMPAI
HAL ITU TERJADI! Masih tidak percaya oksigen bisa dibeli? cobalah membuat
daftar berapa robot yang sudah mulai menggantikan kerja manusia? Teknologi semakin
canggih, jual beli oksigen pun bisa saja terjadi di masa depan.
Berhati-hatilah
kawan! Kalau Bumi sudah benar-benar menangis, maka Tuhan akan bertindak.
NOTE : beberapa video pagelaran seni tari dan musiknya bisa kaliah lihat di ig @degaharuart
Comments
Post a Comment