BOOK IS THE NEW MEDIUM FOR ILLUSTRATOR
Pada
28 Juli 2018 lalu, Dialogue Art mengadakan acara yang menghadirkan sejumlah
illustrator seperti Citra Marina, Kathrin Honesta, Lala Bohang, serta editor GPU yakni
Siska Yuanita. Acara talkshow &
casual book clinic ini dipandu Rukmunal Hakim selaku Host, jadi setelah talkshow
bagi peserta yang sudah mendaftar dan membawa karyanya akan berdiskusi
dengan para narasumber.
Buku adalah
media baru untuk para illustrator setelah Zine. Bisa kita lihat, semakin ke
sini buku-buku terbitan Gramedia, Pop Icecube, Grasindo dan penerbit lainnya
banyak menggunakan ilustrasi, entah itu sebagai pelengkap atau gambar yang
bercerita. Kelebihan buku dair Zine dan Artprint adalah lebih personal.
Sebelumnya,
waktu masih awal-awal kuliah, gue punya teman anak Sastra. Ia selalu bilang
ilmu dan seni itu berbeda dan nggak akan bisa bersatu. Ditambah lagi seorang
teman berkata kalau mau sukses fokuslah pada satu hal, jadi gue disuruh milih
mau fokus nulis atau gambar. Lalu seketika pada saat itu gue dilema. Karena
menurut gue, seni dan sastra tidak bisa dipisahkan. Dannnn akhirnya setelah
hadir buku-buku dimana gambar tersebut bercerita, gue menemukan jawabannya.
Semua kembali pada individu masing-masing, lebih efektif dan efisien mana
menulis juga mengilustrasikan atau cuma menulis atau cuma mengilustrasikan.
Karena menulis merupakan aktivitas yang lumayan kompleks, menguras energi untuk
berpikir mungkin bisa kolaborasi dengan teman yang bisa menulis, that’s the point of the 4th
Industrial Revolution, collaborating. Seperti yang dilakukan Kathrin
Honesta.
Nah kalau
kalian merasa senang dan bisa menulis juga mengilustrasikan karya sendiri,
boleh dicoba, seperti karya Lala Bohang dan Citra Marina. Gimana soal ide?
Kalau kata Citra Marina, menulislah dari apa yang kamu tahu misalnya aktivitas
sehari-hari.
Bicara soal
buku yang berisi gambar-gambar yang bercerita, mari kita lihat karya-karya Lala
Bohang salah satunya berjudul The Book of Forbidden Feelings. Menurut sang
editor, Siska Yuanita, awalnya kesulitan mengkategorikan buku tersebut genre
apa, dan sempat ragu dengan keadaan pasarnya sendiri mengingat jenis buku ini
belum seramai sekarang. Nyatannya setelah launching, para pembaca sangat
antusias. Dan sekarang sudah menjadi tren. Buku yang baru hadir saat ini adalah
You’re Not As Alone As You Think – The Stories of Choo-Choo karya Citra Marin
yang terinspirasi dari aktivitas sehari-hari di Commuters Line.
Oke sekarang
kita lanjut ke ilustrator yang ingin berkolaborasi dengan para penulis.
Seberapa besar sih porsi berpendapat kita ketika berdiskusi maupun eksekusi
karya? Menurut Kathrin Honesta, karena namanya kolaborasi berarti partner berarti sama besar. Artinya
illustrator punya hak yang sama dengan
penulis. Karya yang dihasilkan harus keputusan bersama, dari dua sisi berhak
menyuarakan revisi. Beda halnya dengan kerja sama dalam hubungan illustrator dan client, Sang Illustrator harus membuat karya, merevisi berdasarkan
kemauan client-nya.
Nah dibawah ini beberapa pertanyaan
yang gue catat di sesi QnA :
Q : “Mba Nulis buku bisa
menghidupi nggak? Lalu buku Forbidden Feelings ini mirip
karya-karya Rupi Kaur nggak?”
karya-karya Rupi Kaur nggak?”
Menurut gue ini pertanyaan paling
amat sangat ngena hahaha yaah semua orang selalu bertanya, lo mau jadi penulis?
Lo mau jadi seniman? Bisa hidup nggak lo? Itulah yang juga pernah dilontarkan
orang-orang ke gue. Mari kita baca jawaban Mba Lala.
A (Lala) : “Yah hidup, buktinya saya ada di sini sekarang hhe.
Kalau dibilang kaya sih nggak, biasa-biasa aja nggak terlalu
berlebihan. Saya merasa hidup karena itu passion
and dream. Waktu dulu masih kecil
saya pernah berdoa inginnya bangun tidur setiap hari bisa menggambar dan
menulis. Jadi ya setelah itu nyata saya merasa hidup.”
Betul banget, waktu di akhir 2017,
saat gue memutuskan untuk quit from the
comfort zone, disitu gue sudah siap, siap nggak punya uang bulanan hahaha
karena baru banget terjun ke dunia illustrator freelance, sedangkan gue
meninggalkan posisi Accounting kantor yang ibaratnya 3 tahun menghidupi gue,
but I can’t live with that, karena berkaitan dengan kesehatan mental yang cukup
underpressure sama pikiran yang gue buat sendiri.
Q : “Pernah ngalamin Writer’s
Block nggak? Cara mengatasinya gimana?”
A (Citra) : “Sejauh ini nggak, karena gambar dan kalimat yang ada
itu sebuah rutinitas.”
A (Lala) : “Nggak, karena ide itu hidup. Cara mengatasinya
pakai schedule atau deadline untuk menulis, jadi merasa terharuskan untuk
menyelesaikan.”
Q : “Apa bedanya peraturan
penerbit dalam dan luar negeri soal kerjaan ilustrasi?”
A (Kathrin) : “Kalau penerbit luar, satu cover itu
diberi waktu 3-4 bulan dan itu buku buat launching tahun depan. Sedangkan dalam
penerbit dalam negeri, 3-4 bulan itu untuk mengerjakan beberapa ilustrasi. Jadi
di dalam negeri memang deadline nya lebih singkat.”
Q :
“Cara mendapatkan ide untuk ilustrasi cover itu gimana?
A (Kathrin) : “Pahami konten / isi cerita”
Q :
“Mana yang dibuat dulu, tulisan atau gambar? Karena kan nggak bisa bersamaan. Dan harus ada
kaitannya nggak antara tulisan dan gambar.”
A (Citra) : “Dicari aja semua ide, konsep karena memang jarang
bersamaan. Seenjoynya kita.”
A (Lala) : “Bukan masalah kalau nggak ada kaitannya. Yang
penting gambar aja dan nulis aja, nanti baru dicocokkan, oh gambar ini cocoknya
sama tulisan ini, oh tulisan ini cocoknya sama gambar yang mana.”
Q :
“Mba, kedepannya GPU bakal mau produksi buku novel berilustrasi nggak?
A (Siska) : “Ini hanya tren, dan tergantung tren.”
Q :
“Ada ekspektasi nggak di akhir ketika buku akan terbit?”
A (Citra &Lala): “Enjoy aja.”
A (Kathrin) : “How it goes aja, fokus berkarya aja,
kalau banyak yang suka berarti itu bonus buat karya kita”
Q :
“Tren buku GPU kedepannya seperti apa?”
A (Siska) : “Tidak bisa diprediksi ya.”
Oke sekian mini liputan acara book clinic-nya, semoga bermanfaat :))
Comments
Post a Comment