15 Hal Tentang Trip Ke Baduy Dalam
Hello, I’m back :))
kali ini gua mau share perjalanan back to nature bersama Peppito Travel untuk
pelarian dari hiruk pikuk Jekardah yang &%$#*^@ luar biasa sekali, lo pasti
tau lah hahaha. Untuk membuka sebuah jurnal perjalanan ini, gua hadirkan
kalimat dari pidato kebudayaan tahun 2018 yang bisa menggambarkan more and more tentang alam dan budaya
negara kita yang selalu mempesona.
“Alam adalah angan-angan terhadap yang nirmala, segala yang murni dan baik. Alam tidak saja bumi yang dipijak, tempat bernaung, tetapi juga ruang menyejarah bagi manusia. Alam menuangkan saripatinya menyangga kehidupan, tidak terkecuali, manusia juga tergantung terhadapnya. –Saras Dewi.
Pada hakikatnya Tri Hita Karana mengandung pengertian 3 penyebab kebahagiaan itu bersumber pada keharmonisan hubungan antara 3 hal, salah satunya yakni Palemahan (Manusia dengan alam lingkungan).
Kalau agama kita bilang “Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran.” QS. Al-Hijr – 19.
Hubungan manusia dengan alam adalah membangun dan memelihara dengan prinsip harmoni yang berkelanjutan, Di desa suku baduy inilah salah satu tempat dimana kita masih bisa melihat manusia selaras dengan alam.
Ini adalah perjalanan pertama gua untuk melihat desa pedalaman suku lain selain Kalimantan.
Bagaimana dan apa saja yang kami lalui selama perjalanan ke baduy dan barang apa yang perlu kalian persiapkan jika ke sana? Biar nggak kerempongan kayak gua gitu lupa bawa senter -,- hahaha.
“Alam adalah angan-angan terhadap yang nirmala, segala yang murni dan baik. Alam tidak saja bumi yang dipijak, tempat bernaung, tetapi juga ruang menyejarah bagi manusia. Alam menuangkan saripatinya menyangga kehidupan, tidak terkecuali, manusia juga tergantung terhadapnya. –Saras Dewi.
Pada hakikatnya Tri Hita Karana mengandung pengertian 3 penyebab kebahagiaan itu bersumber pada keharmonisan hubungan antara 3 hal, salah satunya yakni Palemahan (Manusia dengan alam lingkungan).
Kalau agama kita bilang “Dan Kami telah menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung dan Kami tumbuhkan padanya segala sesuatu menurut ukuran.” QS. Al-Hijr – 19.
Hubungan manusia dengan alam adalah membangun dan memelihara dengan prinsip harmoni yang berkelanjutan, Di desa suku baduy inilah salah satu tempat dimana kita masih bisa melihat manusia selaras dengan alam.
Ini adalah perjalanan pertama gua untuk melihat desa pedalaman suku lain selain Kalimantan.
Bagaimana dan apa saja yang kami lalui selama perjalanan ke baduy dan barang apa yang perlu kalian persiapkan jika ke sana? Biar nggak kerempongan kayak gua gitu lupa bawa senter -,- hahaha.
1. Barang yang
perlu dibawa
Sama seperti perjalanan lainnya, yang perlu
dipersiapkan yaitu cemilan, obat-obatan, sleeping bag / sarung, jaket, sandal
gunung, baju ganti, tongkat mendaki, jas hujan, senter dll. Paling utama Jas
hujan dan sandal gunung karena kita sudah memasuki musim hujan.
2.
Kereta dari
Stasiun Tanah Abang – Rangkasbitung
Meeting point di Stasiun Tanah Abang jam 06.00 – 07.40 WIB
bersama pemandu kami, sebagian peserta trip ada yang nunggu di Tanah Abang ada
yang langsung dari Rangkasbitung. Sekitar 07.50 kami berangkat. Dan gue yang newbie di Jakarta tahunya Tanah Abang –
Sudimara, ternyata lumayan lama ke Rangkasbitung sampai gue ketiduran di kereta
hahaha.
3.
Stasiun
Rangkasbitung – Desa Ciboleger
Sampai di Stasiun Rangkasbitung jam 10.02 kami
berkumpul di depan Alfamart. Di sana ketemu dengan peserta trip yang lain. Sambil
menunggu satu orang lagi, kami dipersilahkan beli makan dulu, dan ke toilet.
Cuaca hari itu lumayan sendu. Karena lapar, gue dan 3 teman lainnya makan bakso
dulu. Kami semua berjumlah 15 orang ditambah 1 Tour Leader. Akhirnya 1 peserta yang ditunggu telah datang setelah
1 jam lebih hahaha oke baiklah, kami meluncur ke Desa Ciboleger menggunakan Elf atau minibus. Selama di perjalanan
sudah mulai gerimis, lamba laun hujan deras. Jangan kaget rute jalanannya
berkelok-kelok seperti gunung rambutan (Kalimantan selatan) tapi karena gua
ngantuk maa gak ngaruh, tetap aja setengah tidur.
Setelah 2 jam lebih, kami tiba di Desa Ciboleger yang
masih disambut hujan deras, inilah kenapa kalian kudu bawa sandal gaess, karena
ditakutkan sepatu kena hujan dan jadi berat selama mendaki. Di sana sudah
banyak orang Suku Baduy dengan pakaian serba putih dan hitam. Kami juga bertemu
dengan dua pemandu lokal. Lalu singgah di warung menunggu barang diturunkan
dari atas mobil. Tahukan, gerimis sendu ataupun hujan deras, enaknya makan
Indomie pakai telur, pakai cabai.
Setelah ganti jadi sandal, memakai jas hujan, beli
tongkat mendaki, perut kenyang hati senang, mata ngantuk haha (udaranya dingin
buat ngantuk euy) kami berdoa dan siap-siap melanjutkan perjalanan.
4.
Baduy Luar-
Baduy Dalam Ditempuh dengan Jalan Kaki
Tidak ada angkot, tidak ada motor, siap-siap naik
turun gunung selama 4 jam menuju Baduy luar dan Baduy Dalam. Di benak gua yang
namanya desa ya jalannya datar dan berbukit. Itu kenapa waktu di warung kalian
ditawarkan jasa porter oleh orang Suku Baduynya karena pendakian ini luar biasa
gaesss untuk yang baru hahaha. Biaya porter bolak balik Rp 50.000. Kata orang ada
dua jalan menuju Desa Baduy, melalui Kampung Gajebo atau danau. Kami melalui
Kampung Gajebo. Masih di awal rutenya naik turun bukit, masih aman, masih
ketawa ketiwi. Kami melewati beberapa kampung, antar kampung melewati hutan dan
jembatan.
5.
Desa Suku Baduy
Surganya Durian
Kalau lo tanya orang yang sudah ke sana pasti akan
bilang ‘cobain duren sana’. Asli setiap singgah di perjalanan selalu ada orang
yang jualan durian, dan geng emak-emak kece di trip kami selalu beli durian.
Gua sih doyan durian, tapi karena perjalanan jauh takut mabuk di jalan wkwkwk.
6. Trekking 4 jam
Itu Rasanya…
Perjalanan mendaki gunung lewati lembah bersama
teman… nggak pakai danau kok, cukup sungai hahaha. Pendakian dimulai jam 1-an.
Sebelum mendaki kami berdoa bersama terlebih dahulu.
Baru mendaki selama 2 jam mulai kerasa nih lelahnya,
entah kenapa kalau sudah kena aroma khas hutan, angin sepoi-sepoi, udara adem
gue bawaannya totalitas ngantuk terus. Semakin lama rutenya makin susah,
pendakiannya makin vertikal :” gua yang mungil (gak mau dibilang pendek wkwk)
lebih kayak climbing dari pada
mendaki saat melewati ‘Tanjakan Cinta’. Namanya lucu ya, butuh perjuangan
sangat untuk melewati ini hihi. Karena cuaca sedang hujan, jalan setapak yang
terbuat dari batu-batu kali dan tanah liat jadi begitu licin. Awalnya cuma
hampir kepleset, dalam hati agak songong ‘gak, gua gak bakal kepleset’ sekali
melewati sebuah jembatan bambu, terplesetlah T_T wkwk untung ketahan tas. Orang
Indonesia maa gitu, sudah jatuh masih ada untungnya.
7. Usahakan Tidak
Ada Barang yang Ditenteng
Nasehat ini betul sekali nak wkwk kalau kamu bawa
botol minum, taruhlah disamping tas atau masukan tas. Karena tas gue nggak
muat, jadilah dipegang sepanjang jalan :” dan itu sangat menyusahkan ketika
mendaki, jadilah harus dipegangi oleh teman. Dapat pahala lah ngana teman yang baik.
8. Ada
baling-baling bambu, varian tanaman hutan
Apa bedanya hutan di Desa Suku Baduy dan hutan
Kalimantan? Mohon maaf pemirsahhh, gua baru bisa melihat dua hutan ini, maklum
belum menjelajah hutan lainnya hehe Next
Trip. Kalau di Desa Suku Baduy, kamu akan mendengar harmoni alam yang sama pada
umumnya seperti gesekan-gesekan antar angin dan ranting-ranting pohon tinggi,
suara gemericik air sungai yang merembes dari tanah-tanah berlumut di tengah
hutan dan derasnya aliran sungai (jadi ingat iklan a**m sari). Melodi unik yang
baru gue dengar di hutan ini adalah suara gemuruh ternyata berasal dari
baling-baling bambu. Setelah sampai di daerah tertinggi, kami disuguhkan
hamparan padi padi darat dan hutan-hutan yang sudah dilalui tadi, anginnya
benar-benar segar. MashaAllah, nikmat Tuhan mana lagi yang kau dustakan. Gua
amat bersyukur bisa menikmati salah satu keindahan semesta ini. Pemandangan
alamnya benar-benar mengobati kejenuhan kehidupan kota yang penuh kemacetan,
polusi udara, polusi suara, dan deadline-deadline
wkwk hidup memang gitu, ada waktunya kerja ada waktunya liburan, harus imbang.
Biar apa? Biar tetap waras.
Perbedaan lainnya di hutan ini, Alhamdulillah nggak
banyak lumut, nggak ada lintah, nggak ada rawa hidup yang dilalui seperti hutan
di kampuang gua.
9. Jalanlah
Berjarak, Tapi Jangan Terlalu Berjarak
Kalau kata Alm. Kakek gue, setiap hutan punya
kemagisan sendiri. Jadi perhatikan baik-baik teman-temanmu. Sekitar 3 jam lebih
perjalanan telah memasuki kawasan Baduy Dalam, gua merasa teman-teman masih ada
di depan, gua cuma noleh sebentar ke teman di belakang, malah di depan sudah
tidak nampak lagi. Seharusnya kami sampai jam 5, tapi langit sudah menunjukkan
jam setengah 6 sore. Butiran hujan mulai kembali terasa seperti bukan rintik
lagi, kami berada di tengah hutan, dan gua sering kali hampir terpleset. Jadi
ternyata, berjalan di tanah yang becek lebih baik dari akar pohon yang
berlumut. Kenapa? karena sulit ditebak, kadang licin kadang nggak. Seorang
teman gua di belakang juga sering kali hampir terpleset, dan kami baru
menyadari tak ada orang lagi di belakang. Oke ini agak horror! Kami melewati
bangunan-bangunan Baduy yang kami tebak sebagai lumbung padi. Jalanan makin
licin tak terkendali. Hari semakin gelap. Mata gue udah mulai rabun kalau
senja, dua-duanya nggak bawa senter, kami sudah di Baduy Dalam jadi nggak
berani mengeluarkan HP. Jadiiii, sepanjang perjalanan gue dzikir T_T ingat
dosa, mak.
Dan akhirnya setelah jam 6 kami sampai di kampung
tempat bermalam, bertemu rombongan yang lain. Malamnya baru diceritain sama
teman yang sampai, kalau di hutan yang kami lalui saat terpisah tadi ada
makamnya T_T.
10. Sungai adalah
‘surga’
Setelah semua berkumpul, gua dan 4 teman lainnya
ingin mandi. Jadi ternyata, sungai adalah surga. Mau buang air kecil buang air
besar, mandi ya kudu di sungai, nggak ada toilet atau kamar mandi di setiap
rumah. Rumah di sini terbuat dari bambu, dan sejenis daun nipah (kurang tau
sebutan di daerah ini apa). Dan jarak ke sungai lumayan jauh. Dikatakan lumayan
karena kami berlima jalannya pelan-pelan saling berpegangan, beberapa kali
hampir terpleset, dari berlima cuma punya satu senter T_T luar biasa. Di sungai
rupanya penuh dengan laki-laki, jadi khusus cewek-cewek mandinya di pancuran
hutan yang nggak jauh dari sungai tapi melewati jembatan. Aturan terpenting
saat lo berada di Baduy Dalam adalah TIDAK BOLEH MEMAKAI SABUN, SHAMPOO, DAN
ODOL agar tidak mencemari sungai. Sejenak kalian berpikir, setelah mendaki
berkeringat lalu mandi tanpa pakai sabun apa jadinya? Percayalah, kalimat itu
akan terpatahkan ketika kalian menyentuh air dari Tanah Baduy. Asli air
pancuran dan sungai di sana benar-benar SEGAR! Gak mandi pakai sabun, lo nggak
akan bau. Trust me OMG. Mandi malam
di hutan, gelap-gelap (di Baduy Dalam tidak ada listrik) itu rasanya…. Wkwkwk
rasakan sendiri deh pokoknya. Di tengah hutan lo bisa ngeliat kunang-kunang
seperti flash kamera berukuran mikro,
huwaaaa hutan rasa Neverland yang ada
peri-perinya, kan mulai halu kan wkwk. Lo akan sedikit kerempongan ketika ingin
buang hajat alias BAB antara di sungai atau semak-semak dah tuh.
11. Aktivitas Saat
Bermalam di Baduy
Kami dijamu makan malam oleh Suku Baduy dengan
masakan sayur asem, ikan asin peda, tempe, dan petai. MashaAllah enak euy
masakannya. Mata gua mulai ngantuk-ngantuk, padahal di kota selalu insom -,-.
Setelah makan malam, kami berkunjung ke rumah Jaro sebutan untuk Kepala Desa.
Kepala Desa (Lurah) ini ibaratnya tangan kanan dari ketua adat suku Baduy.
Mereka lebih sering berbicara Bahasa Sunda, dan teman-teman juga bisa, apalah
gua diam aja wkwkw sering kali ketawa karena gua nggak paham mereka ngomong
apa.
12. Mulai Dari
Pekerjaan, Aturan Menikah dan Budaya Adat Mereka Lainnya.
Setiap suku pasti punya ciri khas tertentu. Begitu
pula dengan Baduy Dalam dan Baduy Luar. Baduy Luar terlihat dari corak baju
mereka yang berwarna biru, sedangkan Baduy Dalam mengenakan baju dan ikat
kepala putih. Pekerjaan mereka sehari-hari ada yang berdagang hasil kebun,
menjual madu ke pasar, dan untuk yang wanita yakni menenun. Lo bisa membeli souvenir khas suku ini berupa ikat
kepala, gelang, tas rajut, syal tenun dll harganya mulai dari Rp
10.000-150.000.
Aturan menikah di suku mereka adalah perjodohan,
jadi gadis berumur 12 tahun akan dijodohkan dengan lelaki pilihan kedua orang
tuanya. Jika calonnya belum berumur 12 tahun, maka si gadis harus menunggu
calonnya cukup umur, tapi tidak menutup kemungkinan dijodohkan saja dengan yang
lain. Tidak berlaku pula menikah karena saling cinta (bukan perjodohkan). Jika
itu terjadi maka lo akan menerima hukuman adat atau keluar dari Baduy. Tidak
boleh mempunyai dua istri, tidak boleh menikah lagi kecuali karena meninggal.
Tidak boleh selingkuh. Kalau melanggar, lo akan dikucilkan di sebuah rumah yang
jauh. Mantap nggak tuh aturannya!
Anak-anak Suku Baduy belajar berhitung, memasak,
menenun dari orang tuanya, mereka tidak semua mengenyam pendidikan di luar
desa.
Dan kalau lo orang asing (bukan WNI) dilarang masuk
ke Baduy Dalam, itu sudah aturan leluhur mereka.
Bagi keluarga yang sudah menikah, mereka harus
tinggal di rumah sendiri atau jika masih ikut dengan orang tua, maka dapurnya
harus dibagi dua, jadi mereka mengurusi rumah tangga mereka sendiri. Jika sudah
menikah, setiap keluarga berhak memilih tanah mana yang akan mereka tanami,
entah untuk keperluan sehari-hari atau hasil kebunnya dijual. Gua agak takjub
dengan anak-anak Baduy yang sudah bekerja dan berjalan kaki 7-8 km sehari.
Kepercayaan mereka yaitu Sunda Wiwitan. Khusus Bulan
Januari, Februari, Maret, pada tanggal tertentu pengunjung dilarang masuk ke Baduy
Dalam dikarenakan Suku Baduy sedang berpuasa dan merayakan hari raya
kepercayaan mereka yaitu kawalu. Jadi puasa sehari pada Januari, sehari pada
Februari, sehari pada Maret. Pada hari perayaannya mereka juga masak-masak,
mengenakan baju baru, lumayan mirip-mirip sama tradisi kita.
13. Orang Baduy
Dalam Punya Instagram?
Porter gue dan Vivi bernama Herman, waktu perjalanan
pulang dia bertanya kepada kami. “Teteh punya Instagram?” teman gue si Vivi dan
Wili menjawab ‘Iya punya’. Lalu si Herman menjawab “saya juga punya” seketika
gue kaget dan noleh? Hah? Wah canggih! Sepulang dari Baduy gue pun ngecek IG
@herman_g92. Beneran coyyy! Wkwkw inilah pengaruh intensitas pengunjung Suku
Baduy terhadap perkembangan budaya di sana.
14. Orang Baduy
Lebih Hapal Wilayah Jakarta
Wkwk ini agak lucu nih, mereka malah lebih hapal
jalan-jalan di Jakarta. Gua takjub pemirsa. Mereka cuma berjalan kaki ke
Jakarta. Bisa seharian bahkan dua hari. Kebayang nggak tuh Jakarta panas coyyy!
15. Orang Suku Baduy
Tidak Semua Suka Difoto
Kata salah seorang Suku Baduy, kalau mereka ke monas
seringkali orang-orang mengajak mereka untuk berfoto, dan mereka lumayan risih.
Ya mungkin yang minta foto nggak tahu panas atau nggak gentak aja kali ya wkwk.
Sekian jurnal perjalanan gua ke pedalaman Suku
Baduy, masih banyak hal yang nggak tercatat karena gua lupa-lupa ingat saking
menikmati kesegaran alam di Baduy. Pokoknya lo kudu coba deh trip ke Baduy
Dalam. Dream List gue tahun 2018 tadi komplit! See you di jurnal perjalanan lainnya.
Comments
Post a Comment